Pada konferensi pers Kamis 11 April 2019, 3 tersangka dan teman-temannya mengaku turut menjadi korban atas tuduhan penganiayaan yang keliru dari berbagai pihak.
"Saya dituduh sebagai pelaku, padahal saya tidak di lokasi. Bagaimana media mengatakan saya sebagai provokator," kata siswi tersebut.
Ketujuh siswi ini mengaku mendapat intimidasi dan ancaman lewat di media sosial. Atas dasar ini pula, mereka mengaku juga sebagai korban.
"Kami juga menjadi korban," kata salah satu pelajar.
Sebelum menggelar jumpa pers, sejumlah keluarga dan para pelaku penganiayaan mendatangi Kantor KPPAD Kalimantan Barat, Rabu 10 April 2019, guna meminta perlindungan terhadap anak-anak yang menjadi pelaku penganiayaan.
Ketua KPPAD Kalbar, Eka Nurhayati mengungkapkan para pelaku tersebut mengalami trauma berat akibat ancaman dari orang-orang tak bertanggung jawab.
"Kami didatangi pihak keluarga pelaku sejak tadi pagi, mereka datang karena ingin mengungkapkan si pelaku ini sekarang sedang dalam tekanan luar biasa," ujarnya.
Tekanan yang dialami oleh para pelaku, lantaran mendapat ancaman pembunuhan dan lain-lain.
"Jadi, dalam hal ini mereka ingin meminta perlindungan yang sama," ungkapnya.
Eka menegaskan, kedua belah pihak yakni pelaku dan korban sama-sama berhak mendapat perlindungan dari KPPAD sesuai UU yang berlaku.
"Untuk lanjutan, akan ada trauma healing yang akan diberikan kepada pelaku, dan nanti sore kami akan menemui korban untuk memastikan pendampingan lanjut," pungkas dia.
Mendikbud Menyayangkan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, angkat bicara soal kasus dugaan penganiayaan terhadap pelajar SMP, Audrey, di Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Peristiwa itu pun begitu cepat viral di media sosial.
"Kasus ini sangat disayangkan dan tidak seperti yang viral di medsos, setelah saya mendapat informasi langsung dari Kapolresta Pontianak, Kombes Pol Muhammad Anwar Nasir," ujarnya di Mapolresta Pontianak, Kamis (11/4/2019).
Dia mengatakan, liarnya isu yang berkembang di media sosial yang menyebutkan bahwa korban dikeroyok oleh 12 pelaku juga tidak benar. Termasuk merusak area sensitif korban juga tidak benar.
"Maaf, nalar sehat mestinya korban bisa meninggal kalau isu tersebut benar," ujarnya menegaskan.
Kasus dugaan penganiayaan yang menimpa Audrey, menurut Muhadjir, terlalu dibesar-besarkan. Dia bahkan mengibaratkan kasus tersebut seperti emperan yang lebih besar dari rumah sendiri.
"Contohnya terkait auratnya (korban) juga tidak benar, padahal itu yang membuat mengerikan. Kepada para kepala sekolah agar tidak membiarkan berita liar itu, sehingga merusak citra sekolah, apalagi sudah viral di dunia, sehingga luar biasa dampaknya," kata dia.
Ia pun meminta kepada para kepala sekolah untuk tidak lepas tangan dan bertanggung jawab terhadap masalah yang telah menarik perhatian banyak orang ini. "Mohon kerja sama kepala sekolah untuk meredam masalah ini dan memberikan informasi yang benar, baik pada media maupun melalui medsos.
Selain meminta para kepala sekolah untuk bertanggung jawab, Muhadjir juga menekankan pendidikan sejak dini di sekolah agar siswa dan siswi terhindar dari perilaku yang tidak terpuji, sehingga kasus yang menimpa Audrey tidak terulang.
"Semua pihak untuk mengurangi dampak negatif media sosial pada anak-anak dan mudahan-mudahan ini kejadian pertama dan terakhir di Kota Pontianak. Agar para kepala sekolah di Kalbar, untuk terus meningkatkan pengawasan anak-anak didiknya, terhadap sehingga terhindar dari narkoba dan prilaku negatif lainnya," kata dia.
from Berita Hari Ini Terbaru Terkini - Kabar Harian Indonesia | Liputan6.com kalo berita gak lengkap buka link disamping http://bit.ly/2v1fQjU
No comments:
Post a Comment