Liputan6.com, Rimbo - Dialog damai antara kelompok pemberontak Houthi dengan koalisi pemerintah Yaman-Arab Saudi, yang digelar di Swedia sejak pertengahan pekan ini, telah menghasilkan kemajuan positif pada beberapa isu kunci, kata diplomat PBB pada Sabtu 8 Desember 2018.
Kemajuan itu meliputi prospek pembukaan kembali bandara di ibu kota Yaman --Sanaa-- yang selama ini diblokade, pertukaran tahanan, dan beberapa kesepakatan lain yang bisa disetujui oleh kedua belah pihak, demikian seperti dikutip dari The Associated Press (AP), Minggu (9/12/2018).
Utusan Khusus PBB urusan Yaman, Martin Griffiths, membuat catatan positif, mengatakan dalam sebuah pernyataan singkat yang dibacakan kepada wartawan bahwa kedua belah pihak sedang menunjukkan "semangat positif" dalam pembicaraan, yang diadakan di sebuah kastil di kota Rimbo, sebelah utara Stockholm, Swedia.
Konflik di Yaman yang telah berjalan empat tahun --antara kelompok pemberontak Houthi yang didukung Iran dan pemerintah Yaman di bawah Presiden Abed Rabbo Mansour Hadi yang didukung Saudi-- telah mendorong negara itu ke jurang kelaparan.
PBB telah lama memimpin suatu dorongan untuk menyelesaikan konflik tetapi upaya-upaya sebelumnya dalam perundingan-perundingan yang konstruktif tidak mengarah ke mana pun. Namun, datanglah pembicaraan damai di Rimbo, Swedia yang dimulai pertengahan pekan lalu.
"Kedua pihak terlibat dalam cara yang serius dan konstruktif dalam membahas rincian langkah-langkah membangun kepercayaan," kata Griffiths. "Kami berharap kami akan mencapai kemajuan selama putaran konsultasi ini."
Juga berbicara pada hari Sabtu, 8 Desember --hari ketiga dari pembicaraan-- delegasi pemberontak Houthi, Abdul Malik al-Hajri mengatakan kemajuan yang cukup telah dibuat pada masalah bandara di Sanaa dan bahwa beberapa "hasil positif" dapat diumumkan pada Minggu, 9 Desember.
"Ada diskusi yang luas kemarin dan hari ini tentang pembukaan kembali bandara Sanaa dan, Insya Allah, akan ada beberapa hasil positif besok pada skenario komprehensif untuk pembukaan kembali bandara Sanaa," katanya dalam konferensi pers.
Proposal dari kelompok Houthi adalah agar pesawat yang hendak menuju ke Sanaa, untuk berhenti lebih dulu di kota lain di negara satu kawasan yang dekat dengan Yaman untuk diperiksa, sebelum mereka melanjutkan ke ibukota Yaman. Al-Hajri menyarankan Amman, ibu kota Yordania, sebagai kandidat untuk persinggahan inspeksi.
Kelompok Houthi menduduki Sanaa pada tahun 2014, memaksa pemerintah yang berkuasa mengasingkan diri dan menjerumuskan negara Arab yang miskin itu ke dalam perang saudara. Dengan Houthi menguasai sebagian besar negara, koalisi yang dipimpin Saudi, yang didukung AS memasuki perang pada Maret 2015 untuk menempatkan kembali pemerintahan Presiden Abed Rabbo Mansour Hadi ke tampuk kekuasaan.
Bandara di Sanaa yang dikuasai pemberontak telah ditutup sejak Agustus 2016 atas perintah Arab Saudi. Hal itu meninggalkan Houthi mengandalkan Pelabuhan di Hodeidah sebagai titik gerbang masuknya suplai. Namun kemudian, koalisi Saudi ikut menggempur wilayah itu, membuat Hodeidah juga lumpuh dan diblokade.
Akibat blokade titik hub penting negara itu, bantuan dan suplai kemanusiaan untuk warga sipil yang terjebak perang tidak bisa masuk ke Yaman.
Buntutnya, hal itu puluhan ribu orang tewas akibat malnutrisi dan infeksi kolera (penyakit yang seharusya bisa disembuhkan, namun, keterbatasan suplai obat memperparah keadaan), sehingga membuat Yaman terjerembab dalam krisis kemanusiaan terburuk di dunia dengan 22 juta orang membutuhkan bantuan, menurut PBB.
Simak video pilihan berikut:
No comments:
Post a Comment