Liputan6.com, Bandung - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat tenang dalam menghadapi fenomena Equinox. Imbauan itu diterbitkan oleh BMKG akibat beredarnya informasi yang menyebutkan Equinox menjadi penyebab meningkatnya suhu ekstrem serta berakibat sun stroke dan dehidrasi.
Menurut Deputi Bidang Meteorologi BMKG Mulyono Rahadi Prabowo, Equinox dapat dijelaskan sebagai salah satu fenomena astronomi di mana matahari melintasi garis khatulistiwa dan secara periodik berlangsung dua kali dalam setahun, yaitu pada tanggal 21 Maret dan 23 September.
"Saat fenomena ini berlangsung, matahari dengan bumi memiliki jarak paling dekat konsekuensinya wilayah tropis sekitar ekuator akan mendapatkan penyinaran matahari maksimum. Namun, fenomena ini tidak selalu mengakibatkan peningkatan suhu udara secara drastis maupun ekstrim," kata Mulyono, Senin (25/3/2019).
Mulyono menjelaskan, diketahui rata-rata suhu maksimum di wilayah Indonesia saat fenomena Equinox berlangsung, berada dalam kisaran 32-36 derajat Celcius. Namun tutur Mulyono, suhu maksimum tertinggi pada hari kemarin 23 Maret 2019 berdasakan pengamatan BMKG, terjadi di Meulaboh, Aceh mencapai 37,6 derajat Celcius.
Mulyono menegaskan Equinox bukan merupakan fenomena seperti gelombang panas atau heat wave yang terjadi di Eropa, Afrika dan Amerika. Gelombang panas yang terjadi di tiga benua itu merupakan kejadian peningkatan suhu udara ekstrem di luar kebiasaan dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama.
"Secara umum kondisi cuaca di wilayah Indonesia cenderung masih lembab atau basah. Beberapa wilayah Indonesia saat ini sedang memasuki masa atau periode transisi (pancaroba)," ujar Mulyono.
Maka ada baiknya saran Mulyono, masyarakat tetap mengantisipasi kondisi cuaca yang cukup panas dengan meningkatkan daya tahan tubuh dan tetap menjaga kesehatan keluarga serta lingkungan.
Simak juga video pilihan berikut ini:
No comments:
Post a Comment