Liputan6.com, Jakarta - Sebelum melakoni penampilan perdana di Geneva Motor Show 2019 pekan depan, Honda rupanya sudah membocorkan mobil listrik terbarunya.
Mengutip dari Auto.ndtv.com, mobil bernama Honda e Prototype itu terlahir sebagai sebuah Kei-car yang dibekali berbagai fitur. Desainnya pun dibuat modern dan tidak terlalu futuristik.
Menariknya, Honda e Prototype sudah tak lagi menggunakan kaca spion konvensional tapi menggantikannya dengan sepasang kamera. Selain itu, mobil listrik ini juga hanya dilengkapi dengan 2 pintu dan pelek dual-tone.
Di sisi interior, Honda e Prototype memiliki dashboard canggih. Meski desainnya terkesan minimalis, namun komponen tersebut memiliki layar multifungsi yang membentang dari ujung ke ujung.
Layar tersebut berfungsi untuk memantau kondisi mobil, mulai dari personal assistant, kapasitas baterai, hingga sistem infotainment. Tentunya komponen ini juga dapat terhubung ke smartphone.
Untuk urusan performa, Honda e Prototype diklaim mampu menempuh jarak sejauh 200 km dalam kondisi baterai penuh. Pengisian ulangnya pun tak memakan waktu lama, mencapai 80% dalam 30 menit.
Sumber: Otosia.com
Honda Ogah Disebut Lawannya Mobil Cina, Ini Alasannya
Resmi memeriahkan pasar otomotif Tanah Air, mobil Cina sukses menarik minat konsumen. Salah satu pabrikan yang mampu menembus dominasi mobil Jepang, ialah Wuling.
Hanya dalam waktu 2 tahun, mobil dengan harga terjangkau yang ditawarkan mampu membuat Wuling berada dalam urutan 10 besar merek terlaris di Indonesia.
Walau begitu, Honda menegaskan bila pihaknya bukan saingan mobil Cina. Hal tersebut dipaparkan Direktur Pemasaran dan Purnajual PT Honda Prospect Motor (HPM) Jonfis Fandy di sela-sela Media Test Drive New Mobilio di Ancol, Jakarta, Rabu (27/2/2019).
"Tidak kok (saingan Honda-Red). Kalau merek Cina (Wuling), mereka punya market tersendiri. Mereka juga masih punya tantangan besar misalkan tentang purna jual, biaya servis, resale value, dan banyak lagi," ujarnya.
Selain itu, Jonfis juga menyinggung harga jual kembali pabrikan Cina saat ini. Hal itu bukan tanpa sebab, karena masyarakat Indonesia sering kali mempertimbangkan hal tersebut.
"Paling penting kan ketika mobil bisa dibeli sekarang, kalau dijual kembalinya bagaimana. Disitulah suatu nilai mobil-mobil yang 'bener', yang sudah ada bisa terlihat. Kecuali dia punya line-up yang panjang, continue (terus). Baru itu beda," kata Jonfis.
Jonfis juga menegaskan bila pemilik mobil Cina ingin melakukan tukar tambah dengan mobil Jepang akan cenderung lebih berat. Hal ini dipacu dengan nilai jual mobil Cina dan juga harga beli mobil Jepang.
"Mobil Cina itu, kalau ingin tukar tambah larinya kemana? Mungkin ke merek Cina lagi. Sebab kalau dia beli sekarang Rp 160 juta, ketika dijual berapa. Lalu saat pindah (tukar tambah-Red) ke mobil Jepang, bakal nombok banyak. Kan malah rugi," pungas dia.
No comments:
Post a Comment